Dalam dimensi operasional terutama pada jalur sekolah, guru merupakan salah satu unsur pendidikan lebih khusus lagi dalam tingkatan instruksional dan eksperiensial. Guru berada dalam front terdepan pendidikan yang berhadapan secara langsung dengan peserta didik melalui proses interaksi instruksional sebagai wahana terjadinya proses pembelajaran siswa dengan nuansa pendidikan. Dalam proses ini terjadilah suasana eksperiensial yaitu diperolehnya pengalaman belajar siswa untuk memperoleh perubahan perilaku ke arah yang lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penentu kualitas proses dan hasil pendidikan terletak pada kinerja “ perilaku mengajar “ para guru ( Mohamad Surya : 2003 ).
Perilaku mengajar guru yang diwujudkan dalam “interaksi pengajaran” menimbulkan “ perilaku belajar “ siswa. Yang pada gilirannya akan menghasilkan “hasil “ para siswa. Dalam konteks ini terjadi keterkaitan timbal balik antara “ perilaku mengajar”, “ interaksi pengajaran “. “ perilaku belajar”, dan “ hasil belajar. “. Kualitas hasil belajar sebagai indikator kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas “perilaku belajar” siswa yang terwujud melalui proses “interaksi pengajaran” yang dikreasikan oleh “ perilaku mengajar “ dari guru. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keefektivan pendidikan diawali dengan kualitas “ perilaku mengajar “ dari para guru.
Kualitas perilaku mengajar dari guru ditentukan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal, seperti tingkat pendidikan, penguasaan subjek, pengalaman, kualitas kepribadian, kualitas kehidupan, sikap dan ahaan diharapkan dapat mengubah pola pikiran ketergantungan kepada instansi formal menuju kemandirian yang lebih kreatif untuk menciptakan lapangan kerja.pandangan lingkungan masyarakat, dan lain sebagainya. Dengan kata lain kualitas perilaku guru dalam menyiasati segenap tugas profesinya menjadi kunci keberhasilan pendidikan. Kualitas perilaku guru itulah mengantarkan guru tersebut dikategorikan sebagai “guru berkualitas”. Guru berkualitas biasanya menjadi idola masyarakat terlebih khusus peserta didiknya. Ada pun guru yang diidolakan itu mempunyai sikap 5 E ( efektif, edukatif, evaluatif, energik, dan emansipatif ) terpadu dalam dirinya sebagai sosok seorang guru.
Pertama, efektif. Pembelajaran dikatakan efektif apabila mampu memberikan
pengalaman baru, dan membentuk kompetensi peserta didik serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal ( E. Mulyasa : 2006 ).
Pembelajaran efektif hanya akan terjadi apabila diampu oleh guru efektif. Guru efektif selalu melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajarannya. Siswa dipersilakan mengunyah-unyah materi pelajaran hingga lumat melalui berbagai kegiatan praktikum, diskusi, tanya jawab , debat terarah dan lain-lain untuk menuju pemahaman materi di bawah kendali guru efektif. Oleh karenanya guru efektif dituntut selalu memperbaiki kinerjanya , misalnya melalui penelitian tindakan kelas ( PTK ) atau pun melalui kajian mendalam tentang proses pembelajaran ( lesson study ).
Di dalam pelaksanaan pembelajaran kesehariannya, guru tak dapat melepaskan dengan pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan yang diberikan kepada siswa hendaknya tidak hanya tentang apa, siapa dan di mana akan tetapi lebih banyak menekankan pada pertanyaan mengapa atau bagaimana. Oleh karena itu mengemukakan permasalahan ( problem ) kepada siswa jauh lebih berbobot daripada pemberian informasi melulu. Siswa hendaknya diajak memecahkan permasalahan, berpikir kritis, dan membangun semangat untuk memiliki keingintahuan yang tinggi.
Kedua, edukatif. Edukatif merupakan peran utama dan terutama khususnya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar ( SD dan SMP ). Peran ini lebih tampak sebagai teladan bagi peserta didik, sebagai role model, memberikan contoh dalam hal sikap dan perilaku dan membentuk kepribadian peserta didik ( Suparlan : 2005 ).
Di dalam perannya sebagai edukator, guru diharapkan memenuhi perannya sebagai : a) pengembang kepribadian peserta didik, b) pembimbing peserta didik, c) pembina budi pekerti peserta didik dan d) pemberi pengarahan kepada peserta didik. Dengan kata lain guru hendaknya membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya , membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari. Di dalam pembelajaran , guru harus berpacu memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal.
Ketiga, evaluatif. Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan serta vsrisbel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap penilaian. Tak ada proses pembelajaran tanpa penilaian . Mengapa ? Karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran ( E. Mulyasa : 2005 ).
Mengingat penilaian itu harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan teknik yang sesuai , maka guru perlu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memadai. Selama menilai peserta didik, guru hendaknya secara menyadari kesalahan dan kekurangannya melalui refleksi balikan dari peserta didik. Hal ini untuk memperbaiki langkah-langkah yang lebih berkualitas. Guru yang mau menilai kemampuan kognitif, perilaku dan keterampilan secara terpadu pada peserta didiknya adalah guru yang bertanggung jawab. Selain menilai hasil belajar peserta didik , guru harus mau menilai dirinya sendiri secara objektif . Guru yang demikian inilah merupakan guru yang benar-benar evaluatif.
Keempat, energik. Energi adalah tenaga. Energik berarti tenaganya digunakan secara maksimal. Guru yang energik adalah guru yang melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh dalam hal pikiran, tenaga, waktu dan konsentrasinya. Guru energik selalu mengabdikan segenap kemampuannya secara totalitas demi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya dan peningkatan kualitas peserta didik khususnya. Ia selalu energik dalam mengembangkan berbagai metode pembelajarannya, menerapkan berbagai strategi, meningkatkan penguasaan materi ajar, merancang pengadaan media pembelajaran yang sesuai, hemat dalam memenejemen waktu, selalu berusaha menerapkan pembelajaran dengan konsep PAKEM ( produktif, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan ) dan mampu menmggugah semangat dan ide-ide baru peserta didiknya.
Kelima, emansipatif. Emansipasi adalah pembebasan kaum budak menjadi kaum yang merdeka. Dengan kata lain emansipasi adalah persamaan hak. Sebagai kaum pendidik, guru seharusnya menyadari bahwa di dalam tugasnya terkandung unsur keadilan, penggugah semangat peserta didik dan penerang dalam kegelapan generasi masa depan. Dengan modal memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan, guru hendaknya menyadari bahwa kebanyakan manusia merupakan budak stagnasi kebudayaan ( E. Mulyasa : 2005 ).
Dalam komunitas makhluk hidup pada umumnya dan komunitas siswa khususnya pasti ada kelompok pandai, sedang dan kurang pandai, kelompok aktif, sedang dan kurang aktif, kelompok rajin,sedang dan kurang rajin, dan lain-lain yang ujungnya secara psikologis mereka itu membuat kelompok-kelompok yang anggotanya dianggap setara.
Kelompok yang terakhir yakni kelompok kurang mampu, kurang pandai,kurang rajin, kurang aktif, kurang cerdas sering mengalami minder, kurang percaya diri, tidak termotivasi untuk mengembangkan diri dan paling parah timbulnya perasaan putus asa.
Menghadapi kelompok yang demikian ini , guru hendaknya segera bertindak sesuai perannya sebagai emansipator. Mengembalikan kelompok ini menjadi bangkit, termotivasi, percaya diri dan tidak putus asa adalah peran guru sebagai emansipator.
Demikian lima E sikap guru yang diidolakan oleh para siswa maupun masyarakat di lingkungannya sekaligus merupakan sikap guru berkualitas. Apabila guru benar-benar bersikap sebagaimana disebut lima E di atas maka akan meningkatkan kualitas sekolahnya, kualitas peserta didiknya dan pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan. Apabila guru menyadari peran yang mulia ini, guru mau dan mampu menerapkan pada peserta didiknya niscaya akan terwujud jembatan penghubung dari ketidaktahuan menjadi pandai, dari keputusasaan menjadi bangkit untuk menwujudkan masa depannya yang lebih berkualitas.
Mudah memang untuk dikata lima E akan tetapi sulit untuk diwujudkan. Sikap lima E untuk guru merupakan penyiapan menuju guru professional. Padahal profesionalisme guru merupakan suatu keharusan seiring dengan kemajuan jaman . Dengan demikian upaya pemahaman guru terhadap lima sikap E ini perlu dilakukan. Mengapa ? Sikap lima E guru ini lebih terfokus pada kualitas kemampuan guru. Seperti dirangkum oleh Simon dan Alexander ( 1980) dalam E. Mulyasa (2005) bahwa lebih dari 10 hasil penelitiannya di negara-negara berkembang, menunjukkan adanya 2 kunci penting dari peran guru yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didiknya yaitu jumlah waktu efektif yang digunakan guru untuk melakukan pembelajaran di kelas dan kualitas kemampuan guru.
Oleh Drs. MARIJAN
Praktisi Pendidikan di SMPN 5 Wates Kulonprogo Yogyakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar